Jumat, 18 Mei 2012

Paradoks Gunung Salak



Ada jeruji duka dalam kelambu hati mereka
Nyawa ini bisa dilemparkanNya dimana saja
di hiruk pikuk jalanan
atau di gagahnya tebing terjal
Kau cium itu, Sayang?
Bau nanah dari hati yang luka
Dibalur ngerinya rasa dan air mata


Di halaman rumah kita, bau tanah menguar di udara
Sisa gerimis meningkahi aku punya gulana
Rahangku kaku serupa gelisah batu karang
Aku yang tak suci, tapi ku kira ku punya nurani
Lihatlah mereka, Sayang!
Kokohnya lereng gunung serupa layar bioskop
Entah air terjun itu menjelma rol film
‘Aktris’ dan ‘aktor’ bersliweran
dalam gurat lelah dan cemas
diajari meramu kengerian menjadi ketegaran atas nama kemanusiaan
Dan puluhan kantung jenazah jadi atraksi paling ‘indah’
Aku mau berteriak lantang di muka mereka, Sayang…
Aku yang tak suci, tapi hatiku tak kebas

Rangkulan tanganmu yang paling menenangkan
Tak menjemputku dari danau jiwa yang murka
Dengan hampa dan terluka…
“Aku hanya sanggup merapal mantra doa
sebagai wujud belasungkawa
atas penghinaan kemanusiaan yang menjadikan kalian tontonan.”

Aku menemui Tuhan serupa anak kecil kehilangan mainan
pipi basah dan ingus meleleh
Tuhan tersenyum dan menghadiahkan sekarung ketenangan
“Aku Melihat dan Tidak Tidur.”
itulah sihir sakti serupa bujukan lembut milik bunda.


Rumahku Surgaku, 18 Mei 2012
~Icha Planifolia~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar