Rabu, 20 Juni 2012

Appropriateness



Gambar diambil dari sini
Angin asik sekali memainkan anak rambutmu. Seperti juga ia asik memainkan dedaunan, menimbulkan bunyi gemerisik. Gemerisik yang seketika juga hadir di dadaku. Entah ini bagian kebiasaanmu atau ini kebetulan yang kesekian, kujumpai kau di salah satu bangku di taman kota. Pun untuk kesekian kali, aku menjaga jarak yang sangat ‘aman’ denganmu, terbukti kau tak pernah menyadari keberadaanku.

Aktivitas senjamu tetap sama, duduk bersisian dengan kamera SLRmu sembari berkonsentrasi pada kertas-kertas di hadapanmu. Sangat berkonsentrasi, hingga abai dengan keriuhan sekitar.  Wajahmu akan sedemikian rupa disapa matahari senja. Bibirmu terus bergerak-gerak, mungkin dari jarak yang dekat aku akan tahu suara yang terlahir sangat lirih. Terus begitu, serupa orang merapal mantra. Berhalaman-halaman kau lahap tanpa lelah, seperti aku yang tak juga lelah menyeksamaimu.


Ketika ‘kebetulan’ kudapati kau disini, kuulangi ritual menyeksamaimu dari jarak ‘aman’, meski akhir adegan ini sungguh kuketahui. Aku akan pulang dengan dada yang amat berat. Dengan perasaan serba tak layak.

Kali lain aku terjebak kemacetan. Social media dalam genggaman menjadi alternatif cara membunuh bosan. Kubuka Twitter. Lima menit yang lalu temanmu baru saja mengirimkan tweet. Tweet yang membuatku gulana sepanjang hari. Sepanjang minggu, bahkan hingga kini.

Saat di hadapan Tuhan tak lagi sanggup kurangkul namamu dalam doa-doa panjang. Sekadar menyebutnya saja lidahku seolah sudah tak punya ruang. Kembali terbayang kejadian di taman. Kembali tweet itu melayang-layang. Seketika tangisku buncah, suaranya jauh dari merdu. Aku tak perduli. Aku merana, merajuk pada Tuhan.

“Tuhan, aku melihatnya sedang membaca ayat-ayatMu dengan khusyu, nyaris setiap sore di bangku taman, aku bisa berdiri hingga satu jam disana. Selama itu pula dia terus membaca. Berapa banyak dia merapal ayat-ayatMu setiap hari? Kukira aku tak membaca sebanyak dia, bahkan terkadang aku lupa.”

Aku akan sesenggukan saat mengadukan hal itu. Antara malu dan mencoba mencari celah terwujudnya impianku. Kata-kata dalam Tweet itu serta merta turut tumpah ruah : “Beuh sirik sama @MFjar, udah 8 Juz aja -_-“. Kembali tangisku buncah.

“Kau tahu hafalanku tak sebanyak itu, Tuhan…”

Kali ini suara tangisku semakin tak merdu. Perasaan yang tak dapat kusangkal. Pengharapan yang tak dapat kudustakan. Pun jutaan perasaan tak layak yang tak henti menyergap. 

“…dan perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).”*

Di penghujung malam, serak sekali kurapal kalimat dalam kitab suci itu. Apakah Tuhan memang tak mematahkan salah satu rusukmu untuk menciptakanku? Hening merambat mendampingiku yang semakin gigih merapal mantra doa. Bukan mantra agar hidup bersamamu, Fajar.

“Tuhan, izinkan aku bertemu dengan pertobatan yang manis.”



Kamar Sunyi, 20 Juni 2012
~Icha Planifolia~

*) Q.S An-Nur : 26

4 komentar: