Judul Buku : Perjalanan Ke Atap Dunia
Penulis :
Daniel Mahendra
Penerbit : Medium
Tahun Terbit : Mei 2012 (Cetakan 1)
Tebal Buku : 356 hal.
Konon buku ini dipersembahkan “Untuk orang-orang yang berani memperjuangkan mimpi masa kecilnya.” (pada halaman persembahan). Kalimat tersebut kiranya adalah kalimat persembahan yang cukup “menyengat” bagi sesiapa yang masih menggantungkan impian di langit-langit kamar dan hanya memandanginya menjelang tidur. :)
Setiap kita mungkin pernah bermimpi. Seperti halnya
Daniel Mahendra bermimpi. Nyatanya buku ini ada (baca : terbit) berawal dari
sebuah mimpi masa kecil, diilhami oleh Komik Tintin di Tibet. Siapa sangka
kalimat “Aku ingin ke Tibet.” itu tersimpan apik dalam memori otak bawah sadar
seorang Daniel Mahendra. Dalam buku ini kita akan menjumpai kenyataan bahwa
kebanyakan kita –begitu juga awalnya Daniel Mahendra- hanya bermimpi tanpa
sungguh-sungguh “memutuskan” dan “mewujudkan”.
Buku ini pun menyajikan sebuah realita : akan banyak
tantangan dalam proses perwujudan impian. Begitulah yang dialami Daniel
Mahendra. Semua tantangan sebelum keberangkatan, ketika sedang dalam perjalanan,
hingga kembali pulang dijalin apik oleh penulis. Ditulis dengan bahasa yang
mengalir, ringan, hingga menyelesaikan membacanya sampai halaman terakhir menjadi
–seolah- hanya sekejap mata.
Kiranya penulis pun mampu mendeskripsikan setiap
kejadian yang dialaminya dengan apik. Toh,
meskipun saya belum pernah menjejakkan kaki di tempat-tempat yang disebutkan
dalam buku ini, tapi imajinasi saya sudah terlebih dahulu menemui Daniel
Mahendra tertidur di bangku bandara Bangkok, membersamainya mengelilingi
bandara Bangkok –yang konon luas itu-, bertolak ke Chengdu, menempuh perjalanan
berhari-hari dalam kereta menuju Lhasa, dan seterusnya. Seolah sungguh berada
disana dalam tiap liku cerita.
Begitu pun ketika penulis merasa gulana ketika
menginjakkan kaki di Istana Potala yang kini dieksploitasi untuk turis, di
sudut kamar saya turut gulana. Atau saat ketakjuban melihat gugusan Himalaya
yang dibalur salju, kiranya ketakjuban itu pun melingkupi saya. Dikali lain
melaksanakan sholat maghrib di kota Lhasa adalah pengalaman langka, pun saat
harus merasa dirongrong maut tersebab mengalami Acute Mountain Sickness saat di Everest
Basecamp…begitu detil dan mengalir penulis
bercerita, hingga saya sungguh-sungguh menikmati “trip” ini.
Kisah manis pun membumbui buku ini. Menggambarkan
keindahan Danau Phewa bersama pesona Jeanette si gadis Prancis. Juga mengisahkan
persahabatan asyik dengan dua pemuda Malaysia, Tan dan Chen. Atau betapa Juan
yang Amerika memiliki banyak cinta bagi sesama. Semua terjalin sangat manis
dalam buku ini.
Sedikit saja yang saya sesalkan, secara pribadi saya
memiliki ekspektasi lebih pada adegan penulis bertemu dengan seorang pemuda
Nepal yang nyatanya bisa berbahasa Jawa. Saya kira jika diceritakan lebih
dramatis tentu perut ini akan sempurna dipelintir tawa, yang akan membuat
semakin “manis” rasa buku ini. Sekali lagi ini ekspektasi pribadi saya.
Bagi para pejalan (baca : traveler) kiranya ada
baiknya membaca buku ini sebelum memulai perjalanan. Memampukan diri kita
menjawab pertanyaan yang diajukan lelaki penjual kopi di Kota Pokhara :
“Apa yang kamu cari, Daniel?”
“Masa
muda, Daniel. Masa muda. Memang seharusnya begitu. Pergilah ke mana pun kakimu
melangkah. Itu akan menempamu. Memperkaya pengalaman batinmu.”
Nyatanya buku ini menyajikan filosofi dari sebuah
perjalanan. Untuk mendapatkan filosofi itu dan menyimpannya rapat-rapat dalam
ingatan tentulah mesti membaca buku ini secara keseluruhan. Jadi, ayo segera
baca!
Terlebih bagi anda yang mencintai debu jalan, buku
ini kiranya dapat memperteguh keberanian anda untuk menggenggam impian,
menyambangi tempat-tempat –yang mungkin- selama ini hanya dibiarkan menghuni
ruang ingatan. Bagi yang bermimpi untuk menjadi pejalan (baca : traveler) dan
tak pernah mewujudkannya (entah dengan alasan apa), kiranya buku ini dapat
memuaskan dahaga anda yang selalu rindu dengan baluran debu jalan. Dan bagi
anda yang akan atau sedang melakukan perjalanan, kiranya buku ini akan menjadi
teman yang sangat mengasyikan, membersamai anda dalam perjalanan yang sarat
pegalaman batin.
Sesungguhnya ini tidak cukup, namun saya harap yang
sedikit ini cukup mewakili. Selamat menikmati Perjalanan ke Atap Dunia : Tibet,
Nepal, dan Cina dalam Potret Jurnalisme. Happy
reading! :)
Kamar Sunyi, 26 April 2012
~Icha Planifolia~
review yang bagus icha...bikin saya tersihir untuk segera membacanya...aduuuh ga sabar, ga sabar...
BalasHapusHehe...
HapusIya ayo segera beli dan baca.. :D
Kemarin ga ikutan 'badai ilmu' dari Mas DM nya ya? seru... :)
ketiduran...asli.
Hapuspas buka fb, cuman baca postingan n komen2nya aja, gila kereeen bangeet... ^^d
keren teh Icha :)
BalasHapus