Perempuan itu mungkin usianya antara tiga
puluh menjelang empat puluhan. Pastinya berapa, entahlah. Namun, dia sangat
enerjik dan baik hati. Umi Aida namanya. Kami bertemu tidak sengaja dengannya.
Bertukar cerita. Ternyata kisah bahwa ketika di negeri orang bertemu dengan
teman yang berasal dari negara yang sama akan terasa bagai saudara, itu
sungguhan. Bukan isapan jempol belaka. Umi Aida berasal dari Surabaya dan sudah
bekerja di Kualalumpur sekitar dua puluh tahun lamanya. Kami seketika akrab, bertukar nomor kontak,
dan berjanji akan bertemu lagi. Dia berjanji akan menemani kami ke beberapa
tempat. Kami? Tentu saja tak keberatan.
Jarak
yang tidak terlalu jauh antara apartment
dengan Suria KLCC atau lebih dikenal sebagai Twin Tower, Menara Kembar Petronas
itu membuat kami memutuskan untuk menempuhnya dengan berjalan kaki. Tidak butuh
waktu terlalu lama untuk sampai disana. Kami memang berjanji bertemu di KLCC
dengan Umi Aida.
KLCC
sendiri sebenarnya merupakan pusat perbelanjaan setinggi lima lantai, terletak
di bawah Menara Kembar Petronas. Di halamannya, terdapat taman dengan air
mancur simfonik. Cukup mengasikan memang berfoto disini, Kawan.
Inilah SURIA KLCC |
Di halaman KLCC |
Inilah air mancur simfonik yang kumaksud |
Menara Kembar Petronas |
Bersama teman-teman di bawah Twin Tower |
Berteduh sambil berfoto di area KLCC |
Cukup
lama kami berfoto-foto di area Menara Kembar ini, hingga Dzuhur menjelang. Usai
bermanja-manja dan banyak merajuk pada Tuhan, ada yang berdemonstrasi : perut.
Lapar. Kami putuskan memenuhi hak badan terlebih dahulu sebelum melanjutkan
perjalanan. Kami memilih sebuah restoran di KLCC.
Aku
berkesempatan mencicipi nasi lemak. Rasanya gurih, Kawan. Ini disebabkan memang
pada proses pembuatannya ditambahkan santan. Nasi lemak ini merupakan makanan
khas Malaysia dan Singapura. Umumnya pada penyajiannya didampingi oleh telur,
mentimun, teri goreng, dan sambal. Namun, kini dijual dengan berbagai lauk
pendamping : daging sapi, ayam, sotong, udang, limpa, dan hati. Ya, contohnya
yang kumakan ini, lauknya bukan ikan teri, melainkan ayam. Bibirku mengkilat
usai menyantap nasi lemak. Sungguh-sungguh licin ini nasi, berlemak maksudku. :)
***
Umi
Aida yang sudah tinggal dua puluh tahun disini, membuat kami tak perlu
repot-repot memikirkan naik apa dan harus kemana. Tak khawatir menempuh jalan
yang keliru lagi. Kami manut saja
saat Umi Aida mengajak kami naik bus…
Narsis dikit saat di bus kota menuju pasar seni :) |
Menjelang
turun Umi Aida berteriak : “One ringgit,
please!”. Dan kami akan sibuk mencari uang dengan pecahan satu ringgit. Umi
Aida akan memberikan uang kami semua pada pengemudi bus sembari mengucapkan
terimakasih. Bus yang kunaiki ini, mungkin serupa bus kota jika di Indonesia.
Peraturan yang diterapkan pun sama : jauh dekat jarak tempuh dikenakan tarif
yang sama.
Tujuan
pertama kali adalah Mydin yang terletak di jalan Masjid India atau kerap
disebut Mydin Masjid India. Menurut Umi Aida cukup nyaman mencari oleh-oleh
disini. Disini aku tak banyak membeli barang, hanya menemukan sebuah kain sari
khas India yang kurasa cukup cantik, terlebih sari tersebut dijual dengan harga
cukup terjangkau. Aku memutuskan membelinya, sembari membayangkan sesampainya
di Bandung sari ini akan kubuat baju serupa tunik, seperti yang sering kulihat
di film India. Hehe.
Destinasi
berikutnya adalah pasar seni. Alat transportasi yang kami gunakan masih sama :
bus. Dan Umi Aida kembali berteriak : “One
ringgit, please!”, saat kami hendak turun. Prosesi selanjutnya bisa ditebak
kan, Kawan? :)
Pasar
Seni atau Central Market ini menonjolkan salah satu warisan seni bangunan
Kualalumpur yang berfungsi sebagai ajang bazaar. Di dalam bazaar, para pelukis lokal asyik menyelesaikan lukisan mereka
sambil memaparkan hasil lukisan mereka kepada orang banyak. Pasar Seni juga
menjadi tempat terkumpulnya berbagai jenis hasil seni dan kerajinan tangan
tradisional dari Malaysia dan negara Melayu serantau. Disini bisa ditemukan
aneka souvenir khas Malaysia : mulai dari miniatur Menara Kembar hingga Postcard. Kaos bertuliskan Malaysia dan
sejenisnya serta aneka rupa barang yang cukup layak untuk jadi oleh-oleh dapat
ditemukan disini. Jika sedang berbelanja disini kemudian merasa haus atau
lapar, maka bisa berkunjung ke lantai atas. Disana terdapat semacam foodcourt.
Malam
yang turun perlahan membatasi langkah-langkah kami. Pun mengakhiri kebersamaan
kami dengan Umi Aida. Kami melangkah menuju apartment
sambil sesekali suara Umi Aida memenuhi gendang telinga kami : “One ringgit, please!”. :)
Jika
Umi Aida berselancar internet dan tak sengaja membuka rumah mayaku ini,
kusampaikan sekarung terimakasih atas penjagaan layaknya pada putra sendiri
serta atas manisnya buah-buahan yang Umi bagi selama perjalanan, tak lupa salam
rinduku untuk Umi dimana pun berada.
Rumahku
Surgaku, 25 Mei 2012
~Icha
Planifolia~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar